DUH, wanita. Bahkan terhadap kejadian baik pun, bawaannya curiga. Ketika pasangan tiba-tiba memperlakukan dengan begitu indahnya, tiba-tiba pula perasaan galau. Takut kecele, kata mereka.
Jangan mengingkari kepribadian asli pasangan
“Kenyataannya banyak yang tertipu dengan sikap pasangan yang baik, lebih dari biasanya. Entah apakah sebelumnya biasa saja, lalu sekarang jadi luar biasa. Atau sebelumnya baik, kemudian ada ‘masalah’, kemudian dengan dalih meminta maaf dan janji akan berubah, maka menjadi luar biasa baik. Bentuk perilaku yang muncul beragam. Namun, tetap bernuansa kebaikan. Antara lain lebih perhatian, lebih peduli, lebih tidak suka marah, sering memberi -- terlepas besar atau pun kecil, lebih romantis, dan lain-lain,” buka Anggia, konselor dan terapis EFT (emotional freedom technique) di biro psikologi Westaria (www.westaria.com).
Kalau sikap dan perilaku baik itu muncul dari hati, dengan niat yang memang baik, tentu tidak akan ada masalah. “Yang sangat disayangkan, jika sikap dan perilaku yang lebih dari biasanya ini adalah gejala ‘there's something wrong (will) happen between us’,” cetusnya.
“Kepribadian, pada dasarnya adalah perilaku yang cenderung menetap -- tidak tergantung pada apa yang melatarbelakangi dan apa yang akan terjadi. Tapi, bagi kita yang cukup mengenal pasangan, tentu idealnya mengetahui, mana saja yang merupakan pribadinya. Apakah cenderung baik (positif), biasa saja (netral), atau justru cenderung tidak baik (negatif),” terang Anggia.
Mereka yang alhasil kecele, kurang-lebih karena sering mengingkari kenyataan. Sebetulnya tahu pribadi pasangan seperti apa, tapi membiarkan diri terkecoh dengan sikap dan perilaku pasangan yang sebetulnya bukan pribadi aslinya. Terutama jika perubahan sikap dan perilaku pasangan ke arah yang lebih baik, tentu siapa pun berusaha berpikir positif. Padahal, ya itu, kepribadian (sifat dasar) tidak mudah berubah.
“Diharapkan ada kewaspadaan yang cukup tinggi (tanpa terkesan terlalu curiga atau berpikir negatif) ketika tiba-tiba pasangan berubah baik atau lebih baik dari biasanya. Sehingga kita bisa menduga dengan tepat, apa yang sebenarnya terjadi,” Anggia menuturkan. Ya, siapa tahu pasangan sungguh mendapat hidayah dan berusaha menjadi yang terbaik untuk kita?
Agar berpikiran jernih terhadap pasangan:
1. Kondisi emosi, baik positif (sayang, cinta, harapan, dan lain-lain) maupun negatif (sedih, takut, marah, malu, kecewa, khawatir, dan lain-lain), membuat orang mudah terkecoh dengan niat perubahan sikap dan perilaku orang lain, terutama pasangan. Diri yang dikuasai emosi biasanya mengabaikan logika dan realitas. Sehingga kurang objektif dalam memandang suatu kejadian.
2. Terlebih jika yang mendominasi adalah emosi negatif. Seseorang akan sulit merasa dan peka. Bukan saja terkecoh dengan adanya perubahan mendadak pasangan, bahkan mungkin tidak sadar bahwa pasangan telah berubah.
3. Membebaskan emosi yang menguasai diri sangat penting. Agar Anda peka terhadap situasi yang telah dan yang akan terjadi. Misalnya, ketika Anda mendapati pasangan selingkuh, kemudian Anda mempertanyakan kepada pasangan, sangat mungkin ada permintaan maaf dan janji untuk tidak mengulangi. Bukan dengan niat baik, melainkan hanya untuk mendapatkan kepercayaan Anda lagi sehingga “memuluskan jalannya”. Berpeganglah pada fakta, dia sudah selingkuh.
Jangan pernah mencintai, membenci, atau bahkan percaya kepada orang lain secara 100 persen. Itu kuncinya. Karena manusia tempatnya salah dan lupa. Jadi selalu siapkan celah di hati Anda untuk mencintai yang Anda benci, untuk membenci yang Anda cintai, untuk kecewa pada apa yang Anda harapkan.
0 comments:
Post a Comment
please don't spamming.