Powered by Blogger.

Pencuri Sandal Jepit Vs Pencuri Uang Negara

"Pencuri Sandal Jepit Vs Pencuri Uang Negara" Saya mengangkat topik ini terinsperasi oleh isu yang tengah berkembang dan banyak mendapat perhatian masyarakat luas termasuk media massa. Dimana AAL, seorang siswa kelas 1 SMK di Palu, Sulawesi Tengah diajukan ke pengadilan atas kasus dugaan pencurian sandal jepit milik seorang anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah.

Kasus yang menimpa anak di bawah umur (15 tahun) ini mendapat perhatian serius dari Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi. Menurut Seto Mulyadi, semua pihak yang terkait kasus ini baik kepolisian maupun kejaksaan bersalah. Sanksi bagi kenakalan anak-anak seharusnya dikembalikan kepada orang tua anak bersangkutan, bukan di jerat dengan hukuman penjara. Selain itu Front Penyelamat Kedaulatan Rakyat mengumpulkan 1.000 sandal jepit sebagai bentuk solidaritas buat AAL. Setelah terkumpul 1.000 sandal jepit, kemudian dititipkan ke mabes polri untuk diserahkan kepada Briptu Ahmad Rusdi si pemilik sandal jepit yang hilang di curi. Sepertinya rakyat marah karena tindakan dari pihak yang seharusnya melindungi anak, ternyata menyeretnya ke penjara.

Secara sederhana, mencuri dapat diartikan “mengambil sesuatu yang bukan miliknya”. Tindakan mencuri merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh peraturan apapun di dunia ini. Menurut hukum agama, mencuri adalah tindakan dosa. Menurut hukum negara, mencuri adalah tindakan melawan hukum. Begitu juga menurut norma adat yang berlaku diseluruh daerah di Indonesia bahwa mencuri adalah perbuatan yang melanggar adat. Memang wajar seseorang yang melanggar hukum agama, hukum negara, dan norma-norma adat diberi hukuman. Namun perlu diperhatikan siapa dan apa tujuan seseorang melakukan pencurian.

Kembali ke judul posting "
Pencuri Sandal Jepit Vs Pencuri Uang Negara " Kedua tindakan tersebut adalah melawan hukum karena sama-sama mencuri. Namun perlu dibedakan tindakan yang dilakukan seorang anak yang mencuri sandal jepit dengan tindakan seorang pejabat yang mencuri uang negara (korupsi). Seorang anak nekat mencuri mungkin karena kemiskinan sehingga tidak mampu membelinya. Sedangkan seorang pejabat mencuri uang negara (korupsi) bukan karena kemiskinan, tapi demi memperkaya diri atau kelompoknya. Inilah yang membuat sebagian besar rakyat marah karena banyak para pelaku korupsi (koruptor) di negara ini yang belum disentuh hukum, sementara anak kurang mampu yang mencuri sandal jepit saja dijerat hukum.

Siapa yang tidak pernah dalam hidupnya melakukan kesalahan seperti mencuri?. Sebagian besar orang tentu pernah melakukan kesalahan, baik kesalahan ringan maupun berat. Apalagi seorang anak dalam masa pertumbuhan sering melakukan kesalahan karena dalam masa tersebut anak sedang mencari jati dirinya. Perlu peran orang tua mengawasi dan mengarahkan anaknya supaya tidak terjerumus dalam tindakan salah. Orang tua harus mencari tahu apa sebenarnya yang diinginkan anaknya. Apabila seorang anak melakukan kesalahan seperti mencuri, maka orang tua harus menasehatinya. Siapa sebenarnya yang saya maksud ORANG TUA di sini? Mereka adalah ayah dan ibu sebagai keluarga dekatnya, orang sekitar lingkungan anak, dan penegak hukum sebagai aparatur negara. Bukankan semua warga negara dilindungi oleh hukum dan undang-undang? Dengan arti kata semua warga negara berkewajiban untuk melindungi anak.

Menanggapi kasus anak seperti yang menimpa AAL, saya tidak setuju bila dijatuhi hukuman penjara, karena perkembangannya akan terganggu. Lagi pula sebenarnya tujuan seseorang dipenjara adalah untuk memberikan efek jera. Efek jera sangat tepat diberikan kepada seorang koruptor, karena koruptor adalah orang dewasa yang telah bisa membedakan antara yang benar dengan yang salah. Jadi aparatur pemerintah terutama aparat penegak hukum harus membedakan kesalahan seorang pencuri sandal jepit dengan seorang koruptor yang mencuri uang negara untuk kepentingan diri dan kelompoknya. 

0 comments:

Post a Comment

please don't spamming.

 
Copyright © 2011 Belum Ada Judul | Themes by ada-blog.com.